Menjaga lingkungan tetap hijau dan bersih adalah tanggung jawab kita bersama.
Banyak hal dapat dilakukan. Nggak usah mikir yang muluk-muluk, mulai dari yang sederhana saja.
Mulai dari rumah kita, mulai dari diri kita....

Senin, 28 Februari 2011

Komposting Tanpa Bau, Mungkinkah?

Seperti yang telah saya tulis sebelumnya, pada Selasa (17/02) yang lalu, kami menerima tamu dari Kelurahan Lubang Buaya (Jakarta Timur) di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Rawasari, Jakarta Pusat. Salah satu yang mendorong mereka untuk datang ke TPST Rawasari karena mendengar kabar tentang teknik komposting yang tidak timbul bau. Soalnya, selama ini, komposting yang mereka praktekkan menghadapi masalah timbulnya bau busuk yang menyengat.

Ceritanya, mereka telah melakukan kegiatan pengolahan sampah dengan teknik komposting dalam rangka efisiensi pengangkutan sampah ke TPA dan memproduksi pupuk organik kompos. Dari kegiatan tersebut memang telah berhasil mengurangi ongkos transportasi pembuangan sampah, namun darinya timbul masalah bau yang tidak tertangani. Saat ini mereka menggunakan cairan mikroba untuk menekan bau busuk.


Mereka ingin tahu, adakah cara mencegah timbulnya bau busuk tanpa ‘obat’ yang mahal.

Kasus timbulnya bau pada komposting sampah rumah tangga memang sering terjadi. Umumnya penyebab timbulnya bau adalah:

  1. Sampah yang diangkut ke tempat komposting sudah ‘nginep’ beberapa hari di sumbernya.
  2. Bahan baku sampah yang dikomposkan terlalu tinggi kadar airnya.
  3. Proses komposting tidak dikendalikan dengan baik.

Umumnya sampah rumah tangga mengandung sisa-sisa makanan seperti nasi basi, sisa sayur dan buah-buahan, sisa daging dan sebagainya yang notabene mudah sekali terurai. Oleh karena itu, ketika dibuang di tempat sampah, sampah dapur segera membusuk dalam hitungan beberapa puluh jam. Kalau kemudian pengangkutan sampah dari rumah tangga ke tempat komposting hanya dilakukan seminggu dua atau tiga kali, maka sampah telah mengalami pembusukan di sumbernya. Akibatnya, ketika sampah diangkut dan dibongkar di tempat komposting, pasti akan menyebarkan aroma busuk.

Kalau hal itu penyebabnya, maka harus didisain ulang penjadwalan pengangkutan dari rumah tangga ke tempat komposting, sehingga sampah yang dibawa ke tempat komposting relatif belum mengalami pembusukan. Solusinya, frekuensi pengangkutan harus ditingkatkan.

Masalah yang kedua, yaitu bahan bahan yang dikomposkan terlalu tinggi kadar airnya. Memang karakteristik dari sampah rumah tangga yang biasanya didominasi oleh sampah dapur atau sampah makanan, kadar airnya biasanya relatif tinggi. Sampah makanan biasanya kandungan airnya di atas 60 persen. Demikian pula yang terjadi di Lubang Buaya. Tingkat kadar air yang tinggi kemudian diperburuk dengan penerapan pencacahan, sehingga karakteristik bahan baku kompos menjadi seperti bubur sampah, bentuknya hancur dan terlalu basah.

Kondisi tersebut tidak memungkinkan proses komposting berjalan optimal. Proses aerasi yang menjadi kunci komposting menjadi terganggu. Udara sulit masuk ke dalam sampah yang sedang dikomposkan, sehingga jasad renik yang diperlukan dalam proses komposting akan mati. Proses penguraian sampah kemudian diambil alih oleh jasad renik yang tidak butuh udara atau oksigen. Apabila hal ini terjadi, maka pasti akan timbul bau yang menyengat, karena karakteristik jasad-jasad renik tersebut sunatullahnya menghasilkan gas berbau busuk seperti H2S, amoniak, dan sebagainya. Oleh karena itu, apabila timbul bau busuk artinya proses komposting tidak berjalan.

Proses komposting adalah proses penguraian sampah organik oleh jasad renik aerobik dalam kondisi yang terkendali baik kelembabannya, areasinya, rasio karbon dan nitrogennya, dan sebagainya.

Sifat dari jasad renik aerobik (jasad renik yang membutuhkan oksigen untuk ‘bernafas’) dalam proses komposting adalah tidak menghasilkan gas yang berbau. Jenis gas yang dihasilkannya terutama adalah CO2, yakni gas yang tidak berbau.

Agar komposting berjalan baik, bahan baku yang dikomposkan tidak boleh terlalu tinggi kadar airnya. Kalau terlalu tinggi, proses aerasinya menjadi terganggu. Untuk memecahkan masalah tersebut, bahan baku yang dikomposkan sebaiknya dicampur dengan materi organik yang relatif kering seperti daun-daunan. Bisa juga ditambahkan serbuk gergaji, sehingga kadar airnya akan turun. Idealnya kadar air untuk komposting antara 40 sampai 60 persen, yang rasanya seperti spon yang telah diperas airnya.

Kemudian yang terakhir, penyebab timbulnya bau pada komposting adalah karena proses komposting tidak dikendalikan dengan baik. Katakanlah, bahan baku yang dikomposkan masih segar (belum membusuk), kemudian kadar airnya juga cukup optimal untuk dikomposkan, tapi kok kemudian dalam prosesnya tetap berbau busuk?

Hal itu mungkin saja terjadi karena tata laksana komposting tidak dilaksanakan secara baik. Pertama, sampah yang ditumpuk dalam proses komposting harus secara reguler dibalik atau diaduk untuk ‘membangunkan’ tumpukan yang memadat sehingga udara dapat mengalir masuk ke dalamnya. Proses pembalikan juga bermanfaat untuk homogenisasi material dan meratakan kesempatan mendapatkan ekspos suhu tinggi.

Kalau proses pembalikan tidak dilaksanakan secara reguler, biasanya proses aerasi akan terhambat. Akibatnya akan timbul bau busuk. Proses pembalikan sebaiknya minimal dilakukan sekali dalam seminggu.

Kemudian bau juga kemungkinan akan muncul dalam proses komposting ketika proses penyeriman terlalu over dosis. Kasusnya seperti pada kasus yang kedua, yaitu kadar airnya menjadi berlebihan. Akibatnya porositas sampah menjadi berkurang yang mengakibatkan terhambatnya proses aerasi. Oleh karena itu dalam proses penyiraman sebaiknya dilakukan secukupnya saja. Usahakan jangan sampai ada air yang keluar dari badan tumpukan ketika proses penyiraman dilakukan.

Bau juga mungkin timbul dalam proses komposting kalau tumpukan sampahnya terlalu besar. Tumpukan yang terlalu besar akan menghambat proses aerasi. Tumpukan yang ideal ukurannya 2,5 meter (lebar), 1,5 meter (tinggi) dan lebih dari 5 meter (panjang).

Nah, begitulah kira-kira problem bau yang mungkin muncul dan cara mengatasinya pada proses komposting. Proses komposting idealnya tidak berbau. Kalau berbau, artinya proses komposting tidak berjalan sebagaimana mestinya. Sekarang Anda sudah tahu kan rahasia komposting yang tidak berbau?

8 komentar:

Anonim mengatakan...

Mas, mo nannya, mas pernah bikin tulisan yang judulnya, "Sampah Elektronik Berbahaya bagi Kesehatan dan Lingkungan", yang katanya dimuat di kompas? klo boleh saya minta tulisan aslinya, lengkap dengan referensinya, saya butuh untuk pengutipan untuk karya ilmiah yang sedang saya buat....hatur nuhun...klo ada, mohon kirim ke email ini, riza_fauzirh@yahoo.com terimakasih sebelumnya

Wahyono mengatakan...

Artikel sampah elektronik sudah saya email ke alamat Riza. Semoga bermanfaat.

Ani Sulaksani mengatakan...

Mas Wahyono, salam kenal.
Kita sama2 alumni ITB dan sama2 tinggal di Bogor. Ada beberapa hal yang ingin saya share tentang peningkatan kesadaran warga untuk mengelola sampah, khususnya di Kota Bogor.
Alamat email saya: ummi_abil@yahoo.com.
Trims sebelumnya..

Ani Sulaksani mengatakan...

mas Wahyono, salam kenal.
Kebetulan saya alumni ITB juga. Mas tinggal di Bogor kan?
Ada beberapa hal yang ingin saya share tentang pengelolaan sampah domestik, khususnya di Bogor.
Alamat email saya: ummi_abil@yahoo.com.
Trims sebelumnya

Wahyono mengatakan...

Dengan senang hati kita sharing pengalaman. Manbah saudara, nambah ilmu, nambah rejeki....

Andwick49 mengatakan...

Kalau kami ingin berkunjung ke TPST Rawasari untuk tugas Penelitian bagaimana mekanismenya Pak?

Andwick49 mengatakan...

kalau kami ingin berkunjung ke TPST Rawasari untuk tugas penelitian bagaimana mekanismenya Pak?

Wahyono mengatakan...

Kalau mau kunjungan ke Rawasari, bikin saja surat permohonan kunjungan yang dilamatkan ke Dinas Kebersihan DKI Jakarta. Di sana ada beberapa hal yang antes dikunjungi:
1. Pengelolan sampah mandiri di RW 01 tokohnya Ibu Warso.
2. TPST Rawasari (komposting)
3. TPS Indoor dengan sistem kompaksi (tapi sudah macet mesin kompaktornya).
4. Incinerator kecil (digunakan sewaktu-waktu untuk sampah khusus)
Silakan, ke Rawasari. Mudah-mudahan mendapatkan informasi yang diinginkan.