Hari Selasa (17/02) yang lalu, saya bersama Ibu Sri Bebassari dari INSWA (Indonesia Solid Waste Association) menerima rombongan tamu dari Kelurahan Lubang Buaya (Jakarta Timur) di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Rawasari, Jakarta Pusat. Rombongan terdiri atas para pemuda dari KNPI dan pengelola komposting skala kawasan di Lubang Buaya.
Mereka terdorong untuk datang ke TPST Rawasari karena mendengar kabar dari salah satu tokoh setempat, bahwa di Rawasari ada teknik komposting yang dilakukan tanpa mesin dan anehnya tidak timbul bau. Mereka ingin tahu, jangan-jangan ada rahasia khusus.
Soalnya, selama ini, komposting yang mereka praktekan menghadapi dua masalah. Pertama, yaitu mesin pencacah yang mereka gunakan sering rusak beserta kebutuhan bahan bakarnya memberatkan ongkos pengelolaan komposting, dan kedua timbul bau busuk yang tidak enak di hidung.
Singkat ceritanya mereka pingin tahu pemecahannya.
Dalam kunjungan itu kemudian Ibu Bebassari menerangkan tentang sistem pengelolaan sampah di mana untuk pengolahan sampah skala rumah tangga atau kawasan direkomendasikannya untuk seminimal mungkin menggunakan mesin. Atau sebaiknya tidak menggunakan mesin karena akan membuat biaya investasi membengkak, demikian juga biaya operasi dan pemeliharaan peralatannya.
Peralatan yang digunakan pada komposting skala kawasan biasanya berupa mesin pencacah sampah organik. Sebenarnya perlukah mesin pencacah tersebut?
Peralatan mesin untuk komposting skala rumah tangga atau komunal (beberapa rumah tangga) yang biasa dilakukan dengan tong komposter secara tegas saya sampaikan tidak perlu. Komposting skala rumah tangga harus semanual mungkin, sesederhana mungkin, semudah mungkin dan semurah mungkin.
Sedangkan untuk komposting skala kawasan seperti yang dilakukan di Lubang Buaya, penggunaan mesin adalah opsional. Bisa dengan mesin, bisa tanpa mesin.
Komposting bisa dilakukan dengan mesin asal tersedia anggaran untuk membeli BBM, anggaran untuk perawatan mesin, dan untuk biaya operasinya. Dan jangan lupa, biasanya mesin diesel yang digunakan untuk penggerak mesin pencacah biasanya perlu diganti setahun sekali. Jadi juga harus dianggarkan. Kalau paket anggaran tidak mengcover itu, sebaiknya jangan sok modern, alias jangan pakai mesin tersebut. Lakukan komposting secara manual saja.
Apakah komposting dapat dilakukan secara manual?
Pada dasarnya yang menjadi ‘mesin’ komposting adalah mikroorganisma atau jasad renik. Merekalah yang bekerja bahu membahu memotong-motong dan menghancurkan sampah organik yang kita komposkan. Secara alami jasad renik komposting sudah ada dalam sampah yang dikomposkan. Kita hanya membantu mereka memberi makanan yang cukup, ngasih udara dengan pembalikan, sama ngasih minum dengan penyiraman.
Jadi apa gunanya mesin pencacah kalau sebenarnya yang punya peran menghancurkan sampah adalah para pasukan jasad renik?
Mesin pencacah pada komposting sebenarnya memiliki manfaat yang signifikan bila sampah yang dikomposkan memiliki ukuran yang besar seperti pelepah pohon palm, kulit durian, tandan pisang, ranting pohon dan sebagainya. Ukuran sampah rumah tangga yang didominasi oleh sampah dapur dan sampah halaman ukurannya masih optimal untuk komposting sehingga tidak perlu dicacah. Biarkan yang mencacah para jasad renik saja.
Kemudian kalau kita kuat modalnya untuk pengoperasian dan pemeliharaan mesin pencacah, apakah sama sekali penggunaan mesin pencacah tidak ada manfaatnya? Dalam kondisi ini mesin pencacah masih memiliki manfaat berupa menyeragamkan ukuran sampah organik yang dikomposkan sehingga pada produk komposnya akan terlihat ukuran fraksinya seragam serta bermanfaat sedikit menghemat lahan. Pencacahan tidak secara signifikan mempercepat waktu komposting seperti yang banyak dikatakan orang.
Jadi, silahkan pakai mesin pencacah kalau kuat modalnya. Tapi jangan sekali-kali melakukannya kalau modalnya tidak ada.
Tanpa mesin, komposting sampah rumah tangga akan tetap berjalan baik kok. Kualitas produknya juga tidak kalah. Dalam komposting yang perlu dijaga adalah pengendalian lingkungan seperti kelembapan, aerasi, dan rasio C/N bahan baku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar