Pada tiga tahun terakhir ini, di Indonesia telah berdiri sejumlah pabrik pupuk organik granul (POG). Kemunculan pabrik-pabrik POG tersebut ibarat tumbuhnya jamur di musim hujan. Baik di Jawa bagian barat, tengah, maupun timur, serta di Sulawesi dan Nusa Tenggara telah berdiri puluhan pabrik POG. Berdirinya pabrik-pabrik tersebut dipicu oleh adanya kebutuhan akan ribuan ton POG yang disalurkan kepada petani oleh Departemen Pertanian dalam rangka program ‘Go Organic’.
Sebagai contoh, pada tahun 2009 yang lalu dibutuhkan sekitar 450.000 ton POG. Untuk itu ditunjuklah beberapa BUMN untuk menyediakannya. Untuk tahun 2010, ini ada lima Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yaitu PT Pusri, PT Pertani Persero, PT Sang Hyang Seri, PT Berikari Persero, dan PT. Petroganik yang ditunjuk untuk menyediakan POG. Mereka kemudian menenderkannya kepada puluhan perusahaan pupuk organik baik yang baru berdiri maupun yang telah punya pengalaman dalam granulasi pupuk.
Umumnya para pemenang tender kemudian berkongsi dengan para produsen pupuk organik yang kemudian secara bersama-sama mensuplai POG sesuai dengan kriteria Peraturan Menteri Pertanian No. 28 Tahun 2009. Peluang ini kemudian dimanfaatkan baik oleh UKM maupun perusahaan yang bermodal kuat di masing-masing wilayah untuk ikut berbisnis POG bersama-sama dengan pemenang tender. Pabrik-pabrik tersebut sebagai contoh berada di Sukabumi, Cirebon, Banyumas, Boyolali, Rembang, Pasuruan, Sidrap, dan sebagainya.
Umumnya pabrik-pabrik POG berdiri di wilayah yang dekat dengan sumber bahan baku seperti peternakan dan pabrik gula. Kelancaran produksi POG sangat ditentukan oleh suplai bahan baku. Bahan baku POG dapat berupa berupa kompos atau kotoran hewan (kohe) dan blotong (dari pabrik gula) yang telah lapuk, ditambah dengan material lainnya seperti dolomit, fosfat alam, dan mikroba fungsional. Dolomit dan fosfat alam berfungsi sebagai filler, sedangkan miroba fungsional berfungsi sebagai pengaya POG sehingga mengandung mikroba bermanfaat seperti mikroba penambat N, pelarut P, dan sebagainya.
Dengan adanya kebutuhan akan kohe dan blotong di pabrik POG, maka kohe dan blotong yang tadinya kurang laku menjadi material yang diperebutkan oleh pabrik POG. Hal ini tentu saja menguntungkan bagi para peternak dan pabrik gula yang saat ini memiliki peran sebagai pamasok bahan baku POG. Limbah yang tadinya kurang termanfaatkan, sekarang menjadi barang dagangan yang menguntungkan.
Limbah yang tadinya mencemari lingkungan berubah menjadi bahan yang dibutuhkan sehingga pencemaran lingkungan yang diakibatkannya dapat dicegah atau menjadi berkurang. Kohe dan blotong telah didaur ulang manjadi produk bernilai tinggi: POG.
Selain bisnis jual-beli bahan baku POG, berkembang pula bisnis pengadaan peralatan produksi POG. Bengkel-bengkel peralatan pertanian sekarang ini banyak menerima pesanan berbagai peralatan yang dibutuhkkan seperti pan granulator, rotary drier, rotary cooler, rotray screen, mixer, dan sebagainya. Satu line produksi POG biasanya memerlukan peralatan yang harganya mencapai 300 jutaan. Satu line tersebut biasanya meliputi 2 buah pan granulator, 1 rotary screen, 1 rotary cooker, 1 mixer, dan 1 rotary screen. Bengkel-bengkel penyedia peralatan tersebut tersebar di beberapa daerah seperti Tangerang, Surabaya, dan sebagainya.
Satu lagi pihak yang diuntungkan dengan adanya pertumbuhan pabrik POG yaitu para produsen mikroba fungsional yang dipergunakan untuk memperkaya POG. Paket-paket pesanan bibit mikroba mereka terima dari pabrik POG.
Demikianlah perkembangan bisnis POG dan bisnis ikutannya. Anda ingin mengikutinya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar