Menjaga lingkungan tetap hijau dan bersih adalah tanggung jawab kita bersama.
Banyak hal dapat dilakukan. Nggak usah mikir yang muluk-muluk, mulai dari yang sederhana saja.
Mulai dari rumah kita, mulai dari diri kita....

Senin, 12 Juli 2010

Komposting Tandan Kosong Sawit Menggunakan Berbagai Jenis Aktivator

Sementara itu Sri Wahyono, dkk. mencoba peneliti komposting TKKS dengan tujuan untuk mengetahui proses pembuatan TKKS menjadi pupuk organik kompos secara optimal dengan melihat pengaruh penggunaan aktivator komersial dalam proses komposting TKKS sistem windrow (Wahyono, S. et.al., 2002).

Aktivator berasal dari bahasa inggris yang artinya pemicu proses. Aktivator biasa juga disebut inoculant. Aktivator komposting yang diperdagangkan di Indonesia dapat dikelompokan menjadi beberapa jenis. Aktivator dapat berbentuk padat maupun cair. Aktivator merupakan kumpulan dari mikroorganisma yang diharapkan dapat berfungsi untuk mempercepat proses komposting dan memperkaya keanekaragaman mikroba. Aktivator yang diperdagangkan dapat berupa kultur murni (pure culture) dan kultur campuran (mixed culture). Aktivator kultur murni hanya berisi satu jenis mikroba, sedangkan aktivator kultur campuran terdiri dari berbagai macam jenis mikroba, misalnya bakteri pendegradasi lignin, selulosa, protein, lemak, dsb. Saat ini di Indonesia beredar berbagai merek aktivator baik produksi lokal maupun luar negeri. Dalam penelitian ini dicoba aktivator mixed culture dengan merk OrgaDec, Starbio, dan EM4.

OrgaDec (kependekan dari organic decomposer) merupakan aktivator komposting aerobik yang mengandung fungi Trichoderma pseudokoningii dan Cytophaga sp. Menurut hasil percobaan mereka, TKKS yang dicacah hingga berukuran 2,5 cm dapat dikomposkan dalam waktu 14 hari. Secara alami TKKS utuh akan melapuk secara alami setelah 12 – 18 bulan.

Starbio atau stardec merupakan aktivator komposting berbentuk serbuk yang mengandung berbagai kelompok mikroba seperti mikroba lignolitik, selulolitik, proteolitik, lipolitik, aminolitik dan mikroba fiksasi nitrogen non-simbiotik. Activator tersebut diisolasi dari tanah hutan, akar rumput-rumputan dan kolon sapi. Dikatakan bahwa komposting dengan menggunakan aktivator tersebut hanya membutuhkan 5 minggu.

Larutan (EM4) ditemukan oleh Prof. Teruo Higa dari Jepang. Larutan EM4 mengandung lima golongan mikroba yaitu bakteri fotosintetik, Lactobacillus sp., Streptomyces sp., ragi dan actinomycetes. Disebutkan proses komposting dengan EM4 hanya berlangsung 4 sampai 7 hari. Kompos yang dihasilkan melalui fermentasi tersebut disebut bokashi.

Bahan baku penelitian berupa TKKS sebanyak 9,56 m3 atau 2 ton yang berasal dari Pabrik Sawit Kertajaya – Pandeglang. Secara garis besar tahapan proses penelitian pemanfaatan TKK menjadi kompos dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2. TKKS yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Kertajaya – Pandeglang dengan jumlah sekitar 9,56 m3 atau 2 ton. TKKS diambil dari PKS Kertajaya, kemudian dibawa dengan truk ke lokasi daur ulang sampah plastik di Bekasi – Jawa Barat untuk dicacah. Pencacahan tersebut dilakukan dangan satu unit mesin pencacah yang biasa digunakan untuk mencacah plastik. TKKS dicacah menjadi serpihan-serpihan berserat dengan panjang antara 5 sampai 15 cm. Cacahan TKKS kemudian dimasukan ke dalam karung dan kemudian dibawa ke Laboratorium Lapangan Penelitian Daur Ulang Limbah Padat di Rawasari – Jakarta Pusat.

Di Laboratorium Lapangan tersebut, selanjutnya diadakan penelitian pemanfaatan TKKS menjadi produk kompos. Proses komposting yang dipakai adalah sistem open windrow. Dalam sistem tersebut TKKS yang telah dicacah ditumpuk dengan bentuk trapesium memanjang dengan ukuran lebar 120 – 200 cm, tinggi 80 – 85 cm, panjang 120 – 200 cm. Dalam penelitian ini dibuat empat tumpukan, satu tumpukan tidak menggunakan aktivator dan tiga lainnya menggunakan aktivator. Banyaknya penambahan aktivator disesuaikan dengan dosis pemakaian yang dianjurkan oleh masing-masing produk.

Penambahan aktivator dilakukan secara berlapis-lapis setiap ketebalan tumpukan 30 cm. Secara reguler yaitu seminggu sekali tumpukan TKKS dibalik dan disiram dengan air seperlunya. Setiap dua minggu sekali dari keempat tumpukan yang berbeda tersebut diambil sampelnya untuk dianalisis karakter fisik dan kimianya, yakni pH, kadar air, kandungan N, NH3, NO3, P2O5, K2O, dan C organiknya. Proses komposting dipantau terus sampai menjadi kompos matang. Parameter yang dipantau antara lain suhu, penurunan volume dan berat, kandungan kimianya dan kebutuhan air. Temperatur proses komposting dipantau setiap hari, sedangkan penurunan berat dan volume tumpukan diukur seminggu sekali. Setelah jadi kompos matang kemudian diayak dan dihitung prosentase kehalusan fisik kompos.

Kesimpulan dari penelitian tersebut antara lain adalah bahwa (i) ditinjau dari parameter kematangan kompos seperti rasio C/N, profil temperatur, penyusutan volume dan penampilan fisik kompos, kecepatan proses komposting TKKS dengan penambahan aktivator (OrgaDec, Biostar dan EM4) dan komposting tanpa aktivator relatif sama yaitu sekitar 13 minggu, (ii) kebutuhan air untuk proses komposting TKKS berkisar antara 1,7 sampai 2,3 m3, (iii) kandungan unsur hara kompos sekitar 0,4 % (N), 0,029 sampai 0,05 % (P2O5), 0,15 sampai 0,2 % (K2O).

Tidak ada komentar: