Hampir 90 persen sampah yang diproduksi oleh penduduk negeri berlambang Merlion itu dibakar menjadi abu di insinerator dan energi panas yang dihasilkannya digunakan sebagai sumber pembangkit listrik. Saat ini, Singapura memiliki empat insinerator berkapasitas besar dan modern. Insinerator pertama dioperasikan sejak tahun 1979 di Ulu Pandan dangan kapasitas 1.100 ton perhari, insinerator kedua di Tuas dan dioperasikan sejak tahun 1986 dengan kapasitas 1.700 ton perhari, lantas insinerator ketiga berada di Senoko dan beroperasi sejak tahun 1992 dengan kapasitas 2.400 ton perhari. Sedangkan insinerator yang paling gress, lengkap dan modern, dioperasikan sejak tahun 2000, adalah Insinerator Tuas Selatan dengan kapasitas paling besar di dunia yakni 3000 ton perhari.
Menurut Vincent Teo, Manajer Umum Pelayanan Teknis Insinerator Tuas Selatan, ketika bertemu dengan penulis di plant Insinerator Tuas Selatan tiga tahun yang lalu, dikatakan bahwa keempat insinerator tersebut pada tahun 2001 telah berhasil membakar 2,55 juta ton sampah atau sekitar 91 persen dari total sampah yang dihasilkan oleh Singapura. Dari pembakaran sampah tersebut dihasilkan listrik hingga 1.158 juta kWh atau sekitar 2 sampai 3 persen dari total listrik yang dihasilkan oleh Singapura. Suatu jumlah energi listrik dari bahan bakar sampah yang cukup fantastik, memang.
Sedangkan scrap metal (barang-barang logam yang tidak terbakar) yang berhasil dikumpulkan adalah sebanyak 24 ribu ton yang kemudian dijual kepada industri daur ulang. Dari hasil penjualan listrik, barang-barang logam, dan disposal fee (tarif pembuangan limbah padat) serta subsidi pemerintah, beban biaya operasional dan pemeliharaan keempat insinerator tersebut dapat tercukupi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar