Menjaga lingkungan tetap hijau dan bersih adalah tanggung jawab kita bersama.
Banyak hal dapat dilakukan. Nggak usah mikir yang muluk-muluk, mulai dari yang sederhana saja.
Mulai dari rumah kita, mulai dari diri kita....

Sabtu, 30 Oktober 2010

Pengalaman Pertama Komposting Ibu Rumah Tangga

Pengalaman mengomposkan sampah dapur dengan menggunakan Komposter Aerobik merupakan pengalaman yang sangat menarik dan menyenangkan bagi ibu-ibu rumah tangga. Setelah menunggu sekian minggu, sampah dapur yang tadinya bau dan tidak berharga, berubah menjadi material seperti tanah. Warnanya kehitaman dan strukturnya sudah hancur.

Betapa senangnya mereka! Dan segera kompos yang dihasilkannya digunakan untuk memupuk tanaman hias yang berada di dalam pot di halaman rumah. Mereka tidak perlu lagi membeli kompos di kios-kios bunga.

Namun demikian, dari pengalaman penulis, adakalanya ibu-ibu rumah tangga tidak sebahagia itu. Sekitar 5 persen dari mereka kadang-kadang masih belum sempurna dalam melakukan proses komposting. Oleh karena itu, dalam melaksanakan program komposting berbasis rumah tangga, perlu sekali ada kegiatan pendampingan. Setelah pelatihan komposting dan diberi hadiah komposter, ibu-ibu rumah tangga (kader lingkungan) harus secara reguler disambangi. Tujuannya adalah untuk respon cepat dan pemecahannya kalau ada kekurangan dalam proses komposting.

Beberapa hal yang biasa ditemui pada saat komposting ibu-ibu rumah tangga adalah:

1.      Sampah yang dikomposkan menggumpal dan bau.

Penyebabnya: terlalu banyak sampah yang kandungan airnya tinggi.
Akibatnya: sampah biasanya menggumpal, timbul lindi, bau, dan muncul larva lalat.
Solusinya: tambahkan potongan sampah daun kering, kompos atau serbuk gergaji untuk mengurangi kadar air. Frekuensi pengadukan ditingkatkan. Dalam proses kompoting dengan Komposter Aerobik, kelembapan dijaga antara 40-60 persen. Tidak boleh terlalu basah.

2.      Sampah yang dikomposkan kurang kecil ukurannya.

Penyebabnya: ukuran awal sampah terlalu besar dan proses pencacahan/pemotongan tidak dilakukan dengan sempurna.
Akibat: proses komposting menjadi lama.
Solusi: sampah yang berukuran besar diperkecil ukurannya. Jika sulit menggunakan gunting, pencacahan dapat menggunakan pisau atau golok.

3.      Timbul larva lalat

Penyebabnya: terlalu banyak sampah yang mengandung protein, sisa buah, dan terlalu basah.
Akibatnya: bau dan muncul belatung.
Solusi: solusinya sama dengan solusi pada point 1.

4.      Menjadi sarang semut

Penyebab: komposting jarang diaduk karena tidak rutin dilaksanakan.
Akibat: material sampah relatif kering dan menjadi sarang semut.
Solusi: komposting harus rutin, dan sering diaduk.

Itulah beberapa hal yang kadang-kadang muncul pada saat komposting. Walaupun pada saat pelatihan sudah diwanti-wanti cara menghindarinya, namun hal itu kadang tetap terjadi.

(Maklumlah, ibu-ibu kan sudah sibuk dengan urusan rumah tangga, mau belajar dan mempraktekan komposting itupun sudah sangat baik, ya kan Bu? Jangan putus asa, ya Bu. Pokoknya ikuti petunjuk para pendamping komposting, problematika yang muncul pasti sirna...)

Tidak ada komentar: