Lele Buletong adalah lele yang
dibudidayakan dalam tong. Ketika sudah dimasak rasanya sungguh super gurih.
Segar dan sangat nikmat di lidah. Bener, nggak bohong. Anak saya sendiri yang
bilang. Lihatlah ekspresinya. Dua ekor habis disantap ketika berbuka shaum
(puasa) beberapa hari kemarin…
Ini adalah kali pertama saya memanen ikan
lele yang saya budidayakan dalam tong. Tidak semua saya panen. Saya pilih empat
ekor lele yang paling gemuk dan gede. Tidak semua dipanen karena saya pingin
mencobanya dulu, penasaran akan rasanya.
Lele saya panen sambil mengganti airnya
yang sudah keruh berwarna kecoklatan. Air yang keruh dimanfaatkan untuk pupuk
cair tanaman herbal dan bunga kami. Lele lainnya dibiarkan hidup dalam tong
dengan air yang baru diganti. Setelah diambil dari dalam tong, keempat lele
kemudian dimatikan. Istri saya nggak tega mematikannya sehingga saya yang mesti
mengeksekusinya.
“Nggak tega, Pak. Setiap hari ngeliat, dan
ngasih pakannya…” kata istri saya.
Setelah menghembuskan nafasnya yang
terakhir, lele kemudian dicuci di bawah air kran. Sekat antar insang yang ada
di bawah lehernya ditarik sampai putus. Kemudian insang yang ada dikepalanya
dicabut dan dibuang. Demikian juga seisi perutnya, dibuang dan dibersihkan. Seluruh
permukaan tubuhnya dari ujung kepala hingga ekor dicuci bersih.
Lele yang sudah bersih kemudian ditaruh
didalam wadah untuk dihilangkan bau anyirnya. Caranya yaitu dengan mengolesinya
dengan air perasan jeruk nipis secara merata. Setelah itu, didiamkan beberapa
menit. Pada tahap selanjutnya istri saya yang menanganinya. Dengan cekatan,
istri saya ‘mengulek’ bumbu di atas ‘cowet’ yang terdiri atas bawang putih,
kunyit, jahe dan garam. Bumbu yang sudah lembut, lalu dioleskan merata di
permukaan kulit lele dan kemudian didiamkan beberapa menit agar bumbunya
meresap. Setelah itu, lele digoreng dalam minyak yang mendidih hingga matang kecoklatan.
Ketika waktu maghrib tiba, kami sekeluarga menyegerakan untuk berbuka dengan es buah dan beberapa butir kurma, diawali dengan basmallah dan setelah beberapa teguk air masuk ke perut, kami berdoa:
ذهب الظمأ وابتلت العروق وثبت الأجر إن شاء الله
“Rasa haus telah hilang, kerongkongan telah basah, semoga
pahala didapatkan. Insya Allah”
Sungguh, tadinya anak saya yang ketiga
nggak tertarik akan lele goreng yang dimasak ibunya. Tapi setelah mencicipinya,
akhirnya sepiring nasi dengan lele goreng, sambel terasi, dan lalapan berpindah
ke tangan si Destri.
“Enak banget, Pak…” katanya.
“Pelan-pelan, ‘mbak’ makannya. Hati-hati
dengan durinya.” Saya mengingatkannya.
Akhirnya dua lele goreng akhirnya amblas
masuk ke perutnya yang kecil. Lele buletong memang gurih dan lembut dagingnya.
Pelengkap menu berbuka shaum kami…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar