Salah satu kebiasaan masyarakat dalam menangani sampah adalah dengan membakarnya. Di lokasi pemukiman, biasanya sampah yang tidak terangkut dibakar di sudut-sudut pekarangan entah itu pada pagi atau malam hari. Pembakaran sampah sebenarnya membahayakan kesehatan orang-orang yang berada di sekitarnya. Bahaya tersebut biasanya diitimbulkan oleh adanya emisi gas dan partikel debu. Gas-gas berbahaya yang ditimbulkan oleh pembakaran sampah antara lain adalah gas karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NOx), sulfur dioksida (SO2), Dioxin dan Furan. Menurut Slamet, J.S (1997) efek dari gas-gas hasil pembakaran sampah adalah sebagai berikut.
CO terbentuk akibat pembakaran yang tidak sempurna. Ketika terhirup, CO dapat bereaksi dengan hemoglobin di dalam darah membentuk karboksihemoglobin (HbCO). Badan manusia tidak dapat membedakan mana HbCO dan oksihemoglobion (HbO2), yang secara normal mentransfer O2 ke jaringan sel di badan. Hemoglobin yang semestinya mengangkut dan mengedarkan oksigen keseluruh tubuh berubah fungsinya menjadi pembawa CO sehingga tubuh akan kekurangan oksigen. Kekurangan oksigen dalam dosis rendah akan menyebabkan sakit kepala dan kematian dalam dosis tinggi.
NOx yang paling berpengaruh pada lingkungan adalah NO (nitrogen monoksida) dan NO2 (nitrogen dioksida). Nitrogen oksida adalah prekursor pembentukan ozon (O3) dan peroksisetal nitrat yang dapat mengakibatkan smog (kabut asap). Nirogen oksida juga berkontribusi dalam pembentukan aerosol nitrat yang dapat mengakibatkan kabut dan hujan asam. NO2 termasuk gas yang toksik terhadap manusia.
Sementara itu, SO2 merupakan gas yang dapat menyebabkan iritasi mata, hidung dan tenggorokan. Dalam konsentrasi yang tinggi dapat mengakibatkan kematian bagi penderita penyakit asma atau bonkhitis. SO2 juga sebagai salah satu penyebab hujan asam.
Apabila sampah yang dibakar bercampur dengan bahan-bahan sintetis, gas yang dihasilkan menjadi semakin berbahaya. PVC dalam pembungkus kabel, kulit sintetis dan lantai vinil misalnya, mengandung senyawa berbahaya yang mengandung khlor. Pembakaran bahan tersebut akan menghasilkan gas HCL yang korosif. Pembakaran tersebut juga akan menghasilkan dioksin. Racun udara dioksin dengan jelas memperlihatkan efek kesehatan terhadap binatang percobaan seperti pada gangguan fungsi daya tahan tubuh, kanker, perubahan hormon, dan pertumbuhan yang abnormal.
Dioksin adalah istilah yang umum dipakai untuk salah satu keluarga bahan kimia beracun yang mempunyai struktur kimia yang mirip serta mekanisma peracunan yang sama. Keluarga bahan kimia beracun ini termasuk tujuh Polychlorinated Dibenzo Dioxins (PCDD); dan duabelas Polychlorinated Dibenzo Furans (PCDF). PCDD dan PCDF bukanlah produk kimia yang dikomersilkan, tetapi produk sampingan yang secara tidak sengaja terjadi didalam banyak proses pembakaran dan beberapa proses industri kimia.
Pengukuran emisi dari pembakaran sampah rumah tangga di dalam sebuah drum telah dilakukan di Amerika. Hasil pembakaran dalam percobaan ini dibandingkan dengan hasil pembakaran dari incinerator terkendali yang melayani puluhan ribu sampah rumah tangga. Ternyata dari pembakaran rumah tangga tersebut dihasilkan senyawa dioksin dalam jumlah yang jauh lebih besar.
Dioksin bersifat persisten dan terakumulasi secara biologi dan tersebar didalam lingkungan dalam konsentrasi yang sangat rendah. Dioksin termasuk kedalam kelas bahan yang bersifat karsinogen (yang menyebabkan kanker). Efek samping dioksin terhadap binatang adalah perubahan sistim hormon, perubahan pertumbuhan janin, menurunkan kapasitas reproduksi, dan penekanan terhadap sistim kekebalan tubuh. Efek samping dioksin terhadap manusia adalah perubahan kode keturunan (marker) dari tingkat pertumbuhan awal dari hormon. Pada dosis yang lebih besar bisa mengakibatkan sakit kulit yang serius yang disebut chloracne.
Selain itu, bahan sintetis yang mengandung nitrogen akan menghasilkan senyawa berbahaya lain. Nitrogen terdapat dalam bahan sintetis seperti nilon, dan busa poliuretan seperti yang terdapat dalam matras, sofa, dan karpet berbusa. Pada pembakaran di atas 600 oC, bahan sintetis yang mengandung nitrogen ini akan menghasilkan HCN, suatu gas sangat beracun. Sebaliknya, pembakaran sampah basah pada suhu kurang dari 600 derajat Celcius pun akan dihasilkan isosianat. Senyawa ini terkenal karena menyebabkan kecelakaan mengenaskan di Bhopal beberapa tahun silam.
Masalah lain dari sampah organik adalah kelembapannya sehingga sulit terbakar secara sempurna. Partikel-partikel yang tak terbakar akan terlihat sebagai awan dalam asap. Partikel lebih kecil dari 10 mikron dapat dihirup masuk ke paru-paru dan dapat mengganggu pandangan. Partikel-partikel tersebut dapat mengandung logam berat yang berbahaya bagi kesehatan seperti kadmium (Cd), khromium (Cr), mercury (Hg) dan timbal (Pb). Partikel debu seperti silika dapat bersifat iritan dan menimbulkan fibrosis atau disebut pneumokoniosis. Partikel debu juga dapat menimbulkan peradangan sehingga timbul granuloma.
Pembakaran sampah dengan incinerator yang berkapasitas kecil (kurang dari 20 ton perhari) juga mempunyai masalah yang mirip dengan pembakaran biasa. Dari evaluasi kinerja berbagai incinerator kecil yang terpasang di DKI Jakarta oleh P3TL-BPPT disebutkan bahwa hampir semua incinerator menghasilkan partikulat melebihi ambang batas ( 50 mg/m3). Sementara itu logam berat yang yang terkandung dalam asap dan ditangkap oleh water scrubber pada sebagian besar incinerator juga melebihi ambang batas terutama untuk logam berat air raksa, sianida, timbal dan kadmium. Saat ini di Jakarta terpasang 21 unit incinerator skala kecil yang tersebar di berbagai wilayah
1 komentar:
21 insinerator di jakarta itu lokasinya ada dimana saja ya, Pak? mohon datanya karena saya tertarik utk membuat penelitian. terima kasih.
Posting Komentar